PKS, Konsistensi & Oposisi : Tantangan Penegakkan Demokrasi RI

Artikel, Politik179 views

“Tidak ada pemerintah yang bisa lama dan aman tanpa oposisi yang tangguh”_Benjamin Disraeli (Negarawan dan Penulis Inggris, 1804 – 1881).

BEKASI | BEKASIHARIINI.COM | Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memiliki  peran sangat strategis dalam peta perpolitikan tanah air. Partai Politik yang berbasiskan Islam tersebut telah memberikan “warna” lain dalam mengharu-biru sistem Demokrasi di Indonesia. Disaat hampir semua Partai Politik terbujuk rayuan berkoalisi dengan Penguasa Pemenang Pilpres, PKS tetap konsisten dengan visi, misi dan ideologinya.

PKS berani menjadi Oposisi dalam sistem perpolitikan Indonesia. Inilah faktor pembeda yang sangat “crucial” yang membuat PKS memiliki tempat tersendiri dihati para pendukungnya. PKS Tak tergoda rayuan jabatan2 strategis dari rezim yang sedang berkuasa. PKS berani berada pada posisi “terasing” yang “termarjinalkan” dalam pengambilan kebijakan politik di Indonesia. Walaupun selalu kalah suara jika dilakukan “voting” di Parlemen sebagai konsekwensi logis oposan, PKS selalu tegar menjalankan amanah suara pendukung dan menegakkan idelogi yang konsisten.

PKSi bercikal bakal dari penentangan sejumlah tokoh Islam terhadap kebijakan Presiden RI ke-2, Soeharto yang mengharuskan agar tiap-tiap ormas menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal mereka. Dari penentangan ini, lahirlah Gerakan Tarbiyah. Gerakan Tarbiyah ini lalu membentuk lembaga dakwah kampus yang kemudian menjadi asal usul berdirinya Partai Keadilan pada 20 Juli 1998 pasca lengsernya pemerintahan Suharto.

Partai Keadilan kemudian bertransformasi menjadi Partai Keadilan Sejahtera pada tanggal 20 April 2002 akibat gagal memenuhi ambang batas parlemen sebesar 2% (dikutip dari Wikipedia).

Kenapa PKS begitu berani dan konsisten dengan penegakkan prinsip2 ideologis yang anti pragmatisme politik tersebut? Apa yang melandasi PKS bisa konsisten dengan prinsip2 merawat dan menjaga aspirasi suara pendukungnya ditengah-tengah gempuran lobby2 dan godaan politik yang menggiurkan itu? Sampai kapan PKS bisa bertahan dari bujukan dan godaan politik yang sangat materialistis bahkan anti demokratis tersebut?

OPOSISI KRITIS-KONSTRUKTIF

Apa Itu Oposisi dalam Pemerintahan? Di dalam konteks politik sebuah negara, ada dua istilah yang bertolak belakang, yaitu koalisi dan oposisi.

Jika mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), koalisi artinya kerja sama antara beberapa partai untuk memperoleh kelebihan suara dalam parlemen. Sedangkan oposisi adalah partai penentang di dewan perwakilan dan sebagainya yang menentang dan mengkritik pendapat atau kebijaksanaan politik golongan yang berkuasa.

Dikutip dari buku ‘Hukum Koalisi dan Oposisi Menurut Islam’ oleh Hafidz Muftisany, oposisi adalah sebuah partai atau gabungan partai politik yang berada di luar koalisi pemerintah dalam suatu periode waktu tertentu.

Posisi oposisi ini diambil dengan tujuan untuk menentang kebijaksanaan pemerintah yang dianggap tidak sesuai dengan visi misi yang dimiliki oleh partai atau gabungan partai tersebut.

Oposisi berfungsi sebagai kritik terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak sesuai udengan ideologi dan visi misi yang mereka anut. Posisi oposisi ditentukan oleh perbedaan ideologi dan visi misi antara partai oposisi dengan pemerintah, sehingga jika terdapat ketidaksesuaian, partai tersebut cenderung menjadi oposisi atau penentang terhadap pemerintahan yang berlangsung.

Oposisi Kritis-Konstruktif menurut Sarah Soraya (2020), merupakan konsep oposisi yang dianggap paling baik. Oposisi ini loyal kepada pemerintah dan memperjuangkan kepentingan masyarakat umum. Meskipun kritis terhadap kebijakan pemerintah, mereka mampu melihat sisi positif dari pencapaian pemerintah.

Oposisi ini tidak hanya mengkritik, tetapi juga memberikan saran konstruktif, menggunakan argumentasi rasional, dan tidak menciptakan kekerasan atau tuduhan subversif.

Merangkum dari buku ‘Jalan Berliku Politik Presidensial’ oleh Moch Nurhasim (2020), ada beberapa fungsi penting oposisi dalam pemerintahan;
1. Mengontrol Kebijakan Pemerintah.
2. Mencegah Monopoli Kekuasaan.
3. Membangun Sistem Kontrol Masyarakat.
4. Mencegah Demokrasi Mayoritas Tirani.
5. Mendorong Partisipasi Masyarakat.
6. Membentuk Pemerintahan  Demokratis yang Terbuka.

Dari penjelasan diatas, tak bisa dimungkiri negeri ini membutuhkan Partai2 Oposisi yang memiliki peran politik sangat strategis. Walaupun posisi beroposisi berada diluar Pemerintahan dan konsekwensi logis dari sistem Demokrasi yang menghasilkan Partai Pemenang dan Partai Kalah dalam Pemilu, namun fungsi menjadi Oposisi khususnya di lembaga Parlemen sangat memberikan pengaruh besar terhadap setiap kebijakan dan pembuatan regulasi negara.

Pada titik ini, kita sangat mengapresiasi PKS yang selalu konsisten memainkan peran Oposisi di Parlemen secara konsisten dan visioner. Mereka tak tergoyahkan dengan bujuk rayu “the ruling party” untuk bergabung dalam membentuk sistem Pemerintahan.

Kritik yang konstruktif sangat dibutuhkan dalam sebuah Pemerintahan yang diisi oleh Koalisi yang “membengkak” untuk pengamanan kebijakan di Parlemen. Rezim yang sedang berkuasa cenderung membentuk Koalisi di Pemerintahannya agar memiliki status dan posisi kuat di Parlemen (DPR-RI).

Hal ini menjadi sesuatu yang wajar dan normal, karena Konstitusi negara yang sudah mengalami 4 (empat) kali amandemen itu memberikan kewenangan dan kekuasaan lebih besar kepada Legislatif dalam pembuatan UU, pengawasan dan “budgeting”.

Pengaruh sangat besar lembaga legislatif tersebut membuat lembaga eksekutif alias Pemerintah (rezim yang sedang berkuasa) selalu berhitung “minoritas dan mayoritas” dalam jumlah dukungan kursi Parpol di lembaga Parlemen tsb.

Visi, Misi, Strategi, Keberanian dan Konsistensi PKS yang selalu tegar dan penuh semangat menjadi Partai Oposisi di Parlemen (DPR-RI) dalam kurun waktu beberapa periode Pemilu Legislatif, patut diacungi jempol. Mereka menjadikan Politik tak semata meraih kekuasaan dan jabatan, namun juga konsisten dalam menjaga, merawat, menghormati dan tidak mengkhianati aspirasi para pendukung politiknya.

Pengkhianatan dalam politik sama saja dengan pembohongan dan penipuan atas aspirasi pendukung. Jauh lebih terhormat menjaga integritas dan kredibiltas dibanding meletakkan kepentingan politik kelompok demi kekuasaan. Kepentingan politik yang pragmatis, hanya kenikmatan kekuasaan sesaat yang untuk selanjutnya merusakan reputasi sebuah Partai Politik ataupun Politisi itu sendiri.

Namun, menjaga, merawat prinsip, ideologi dan aspirasi pendukung ditengah-tengah badai rayuan politik yang mewah, adalah sebuah kehormatan dan kebanggaan yang makin menambah kepercayaan dan kecintaan pendukung untuk perbaikan dan kebaikan masa depan bangsa menuju Indonesia Emas 2045 yang dicita-citakan itu. Bravo PKS! Lanjutkan Perjuangan!

Bekasi, 24 Juni 2024

Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Sosial, Politik, Hukum & Ketenagakerjaan)